Khutbah
Jum'at, 24 Mei 2013
Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Kaum
muslimin rahimakumullah
Khatib
disini akan menyampaikan tentang ketidakadilan berfikir dan bertanya dalam
penerapan hukum islam.
Banyak
kalangan, ketika berbicara tentang Islam, apalagi tentang syari’ah dan
formalisasinya untuk diterapkan di negara ini mereka bersikap subjektif &
kontradiktif dengan logika berpikir yang
mereka adopsi. Diantara pemikiran
dan pertanyaan tersebut bernada miring antara lain:
1.
Mereka hanya mementingkan subtansinya,
bukan formalitasnya
Padahal
tidak ada satupun aturan yang diterapkan
sekedar subtansinya saja. Mengapa orang
begitu getol memperjuangkan sekulerisme, demokrasi dan berupaya mempertahankan
formalitas sistem tersebut yang notabene warisan kolonial? Padahal kalau mau
konsisten, semestinya cukup hanya subtansi demokrasi saja yang mereka tuntut
atau subtansi sekulerisme saja, tapi kenyataannya kan tidak begitu.
2.
Mereka mengatakan Komposisi penduduk kita bukan hanya muslim, tapi juga non
muslim; tidak homogen tapi heterogen.
Faktanya
semua hukum yang diterapkan bukan harus dikalangan homogen. Lihatlah, di AS tidak semuanya kristen tapi
aturan yang diterapkannya kapitalisme.
Di negeri kita tercinta ini ada 4 agama, toh tetap aturan kapitalisme
yang didasarkan pada sekulerisme yang diterapkan. Di Cina puluhan juta orang muslim berada
disana namun yang diterapkan tetap komunisme.
Jadi alasan menolak itu tidak rasional.
Pernahkah mendengar orang teriak ‘tolak kapitalisme’ karena tidak semua
orang mempercayai ideologi
kapitalis. Pernahkan mendengar orang
Cina teriak ‘tolak sosialisme komunis’ karena tidak semua orang cina
berideologi komunis?. Jadi, persoalannya
bukan pada homogen atau heterogen tetapi sistem apa yang diterapkan pada
penduduk (apapun agamanya) yang akan
membawa kepada kebahagiaan.
Saat
Rasulullah Saw, penduduk negara Islam Madinah pada saat itu bukan hanya muslim,
ada juga Yahudi dan Nasrani, bahkan Majusi.
Namun Islam tetap diterapkan disana, dan ribuan tahun syariat Islam bertahan.
Coba
kita renungkan dalam-dalam bahwa syariat Islam itu untuk kebaikan bersama. Contohnya ketika riba dilarang, bukan hanya
ditujukan untuk kaum muslimin saja tetapi juga untuk non muslim. Dan, faktanya akibat riba kini Indonesia
menjadi budak di negeri sendiri. Total
utang pemerintah Indonesia hingga November 2012 mencapai Rp 1.990,66 triliun.
Disisi lain narkoba juga menghantui kehidupan manusia akibat gaya hidup
kapitalis seperti sekarang ini, tiap hari 50 orang Indonesia mati akibat
penyalahgunaan narkoba, dan perkara narkoba meningkat 34,4 persen per tahun.
Kesehatan
jiwa masyarakat dalam sistem ini juga terganggu, satu dari empat penduduk
Indonesia mengidap penyakit jiwa (editorial Media Indonesia, 24 Agustus 2008).
Menurut WHO (thn 2006), 26 juta penduduk
Indonesia mengalami gangguan jiwa. Depkes RI mengakui sekitar 2,5 juta orang di
negeri ini telah menjadi pasien rumah sakit jiwa. Kriminalitas juga terjadi 703
kasus per hari (Kompas.com 28 Mei 2008). Di Indonesia setiap tahun juga
terdapat 2,6 juta kasus aborsi. Sebanyak 700.000 pelaku aborsi itu adalah
remaja atau perempuan berusia di bawah 20 tahun. Bisnis yang lebih menjanjikan
keuntungan yg lebih besar dari narkoba juga terjadi, yakni perdagangan manusia,
bahkan sudah ada bisnis MLM perawan. Belum lagi kekayaan negeri ini yg dikuasai
Asing (misalnya menurut Dr. Hendri
Saparini, lebih dari 90% dari 120 kontrak production sharing migas dikuasai
korporasi asing). Masihkah ini belum cukup menunjukkan rusaknya sistem
kapitalis ini?
Jamaah
jumat yang dirahmati Allah
3.
Mereka mempertanyakan sistem politik yang mana, syariat Islam tafsiran siapa
yang mau dipakai dan diterapkan. Syariat Islam sangat beragam.
Dalam
sistem manapun harus diingat bahwa tidak ada yg hanya satu pendapat. Ketika menginginkan demokrasi, ada pilihan
Sistem republik, presidentil, ataukah parlementer. Bentuknya apakah kesatuan, federasi, ataukah
kesatuan dengan otonomi daerah, atau harus pemilihan langsung seperti warisan
J.J. Rosseau atau perwakilan, distrik, atau bagaimana. Banyak versi, banyak
ragam. Toh, faktanya perbedaan ini tidak menghalangi
mereka menerapkan sistem demokrasi kapitalisme dalam berbagai bidang. Tapi kenapa begitu berbicara perbedaan pandangan
politik dan sistem kenegaraan Islam maka dijadikan alasan untuk tidak
ditegakkan syariat Islam.
4.
Mereka mengatakan Hukum Sosial & Pidana Islam Kejam sekali! Melanggar HAM,
mengekang, diskriminatif dan primitif.
Kalau
mau jujur dan tidak membohongi diri, bandingkan kehidupan masyarakat yang
teratur pergaulannya karena diberlakukan syariat Islam dengan masyarakat
permisif dan kacau dalam pergaulannya, seks bebas, pamer aurat, budaya bebas
dll. Manakah yang lebih primitif,
memotong tangan pecuri yang betul-betul terbukti dalam pengadilan ataukah
memenjarakannya yang justru lebih mendidiknya menjadi penjahat ahli? Yang
ketika keluar malah memotong tangan banyak orang, kaki bahkan leher korbannya?
Membungkusnya dan kemudian membuangnya dalam selokan? Manakah yang lebih
diskriminatif, hukum yang memperlakukan semua orang sama atau hukum yang
membuat para pedagang kaki lima berlumuran darah karena mencari makan dengan
pedagang kaki banyak (korporat kapitalis) yang membangun di atas hasil korupsi
kemudian terbukti dan dipenjara di sel yang ber AC? Manakah yang lebih
diskriminatif yang mencuri sandal jepit seharga 4000 perak dan dipenjara 4
bulan atau yang korupsi yang
dibebaskan?. Kalau ukuran primitif adalah ukuran zaman, maka hukum
tahanan/penjara justru lebih primitif lagi, karena telah dipakai pada zaman
nabi Yusuf a.s, namun Islam juga tetap mengakui ada hukum penjara untuk jenis
kriminal tertentu, bukan untuk semua
jenis kriminalitas.
5.
Mereka mengatakan masyarakat kita sekarang belum siap.
Coba
tanya kakek, nenek, bapak, mama dan handai taulan kita, ketika di Indonesia
diterapkan lebih dari 80 % hukum Belanda (hingga sekarang), apakah mereka
ditanyai sudah siap atau belum? Ketika aturan untuk menetapkan syariat Islam
bagi muslim di hapus oleh PPKI, kakek nenek kita apakah ditanya lebih
dahulu? Saat demokrasi terpimpin dan
demokrasi parlementer diterapkan apakah apakah rakyat ditanya kesiapannya?
Itulah ketidakadilah berfikir, mengapa alasan bahwa masyarakt tidak siap hanya
ditujukan pada Islam saja? Mengapa? Padahal masyarakat tidak siap? Ataukah
pihak-pihak yang tidak siap itu adalah pihak-pihak yang lagi bobo-bobo siang di
jalan nusantara sana? Pejabat yang lagi merangkai bong untuk fly bersama
sabu-sabu dan teman wanitanya? Atau yang lagi duduk di kursi empuk? Atau yang
kebagian dana taktis? Atau yang banyak kejahatannya hingga takut kedzalimannya
terbongkar bahkan diadili?
Kaum
muslimin rahimakumullah
6.
Mereka mengatakan Sejarah Islam terlalu kelam, banyak berdarah-darah
Kalau
mau objektif menilai, dalam rentang waktu yg panjang (ribuan tahun) itu berapa
persen rentang waktu yg kelam tersebut? bukankah sejarah kapitalis juga lebih
kelam dan berdarah dari pada Islam (coba pakai analisis persentase saja,
persentase = rentang wk kelam x 100%/total rentang sejarah penerapan sistem).
Lihat saja statistika terbunuhnya presiden Amerika
1840:
William Henry Harrison (meninggal di masa jabatan)
1860:
Abraham Lincoln (terbunuh di masa jabatan)
1880:
James A. Garfield (terbunuh di masa jabatan)
1900:
William McKinley (terbunuh di masa jabatan)
1920:
Warren G. Harding (meninggal di masa jabatan)
1940:
Franklin D. Roosevelt (meninggal di masa jabatan)
1960:
John F. Kennedy (terbunuh di masa jabatan)
1980:
Ronald Reagan (mengalami percobaan pembunuhan di masa jabatan)
Bandingkan
berapa dengan rentang waktu penerapan Islam dan berapa yg terbunuh. Lagi pula
perlu dilihat sejauh mana penjagaan kepala negara pada saat itu, ‘Umar dan Ali
r.a biasa ronda tanpa pengawalan seperti sekarang, bayangkan kalo kepala negara
sekarang tanpa pengawalan, apa yg akan terjadi?. Allahu A’lam.
“Bagaimana
mungkin kalian bertanya pada Ahli kitab (Yahudi – Nasrani) tentang sesuatu,
padahal kitab kalian yang diturunkan kepada Rasulullah adalah lebih baru.
Kalian membacanya dalam keadaan murni dan tidak tercemar” (HR. Bukhari).
Apakah
hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih baik
dari (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS. Al-Maidah:50).
Kesimpulan
dari khutbah ini adalah, kita wajib
menaati Allah, Rasul-Nya, dan Ulil ‘amri (yang juga taat pada Allah dan
Rasul-Nya). Salah satu perintah Allah dan Rasulnya adalah masuk ke dalam Islam
secara kaffah (keseluruhan) ( QS. Al-Baqarah:208), artinya tidak memakai Islam
setengah-setengah. Masalahnya adalah, kita tak bisa melaksanakan kewajiban ini
gara-gara negara kita tak menerapkan Islam secara totalitas, bahkan menerapkan
ideologi kapitalisme yang bertentangan 100% dengan Islam dan terbukti membawa
sengara. Maka kita harus bangkit
menuntut diterapkannya hukum Alah di negeri ini, dari Sabang sampai Merauke.
Allah berfirman bahwa Allah tiada akan merubah nasib sebuah kaum sebelum ada
inisiatif dari kaum itu sendiri untuk merubahnya ( QS. Ar-Ra’du: 11).