02 June 2013

Ketidakadilan Berfikir dan Bertanya

Khutbah Jum'at, 24 Mei 2013

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Kaum muslimin rahimakumullah

Khatib disini akan menyampaikan tentang ketidakadilan berfikir dan bertanya dalam penerapan hukum islam.

Banyak kalangan, ketika berbicara tentang Islam, apalagi tentang syari’ah dan formalisasinya untuk diterapkan di negara ini mereka bersikap subjektif & kontradiktif dengan logika berpikir yang  mereka adopsi. Diantara  pemikiran dan pertanyaan tersebut bernada miring antara lain:
1. Mereka hanya  mementingkan subtansinya, bukan formalitasnya

Padahal tidak ada satupun  aturan yang diterapkan sekedar subtansinya saja.  Mengapa orang begitu getol memperjuangkan sekulerisme, demokrasi dan berupaya mempertahankan formalitas sistem tersebut yang notabene warisan kolonial? Padahal kalau mau konsisten, semestinya cukup hanya subtansi demokrasi saja yang mereka tuntut atau subtansi sekulerisme saja, tapi kenyataannya kan tidak begitu.

2. Mereka mengatakan Komposisi penduduk kita bukan hanya muslim, tapi juga non muslim; tidak homogen tapi heterogen.

Faktanya semua hukum yang diterapkan bukan harus dikalangan homogen.  Lihatlah, di AS tidak semuanya kristen tapi aturan yang diterapkannya kapitalisme.  Di negeri kita tercinta ini ada 4 agama, toh tetap aturan kapitalisme yang didasarkan pada sekulerisme yang diterapkan.  Di Cina puluhan juta orang muslim berada disana namun yang diterapkan tetap komunisme.  Jadi alasan menolak itu tidak rasional.  Pernahkah  mendengar orang  teriak ‘tolak kapitalisme’ karena tidak semua orang  mempercayai ideologi kapitalis.  Pernahkan mendengar orang Cina teriak ‘tolak sosialisme komunis’ karena tidak semua orang cina berideologi komunis?.  Jadi, persoalannya bukan pada homogen atau heterogen tetapi sistem apa yang diterapkan pada penduduk (apapun agamanya)  yang akan membawa kepada kebahagiaan.
Saat Rasulullah Saw, penduduk negara Islam Madinah pada saat itu bukan hanya muslim, ada juga Yahudi dan Nasrani, bahkan Majusi.  Namun Islam tetap diterapkan disana, dan ribuan tahun  syariat Islam bertahan.

Coba kita renungkan dalam-dalam bahwa syariat Islam itu untuk kebaikan bersama.  Contohnya ketika riba dilarang, bukan hanya ditujukan untuk kaum muslimin saja tetapi juga untuk non muslim.  Dan, faktanya akibat riba kini Indonesia menjadi budak di negeri sendiri.  Total utang pemerintah Indonesia hingga November 2012 mencapai Rp 1.990,66 triliun. Disisi lain narkoba juga menghantui kehidupan manusia akibat gaya hidup kapitalis seperti sekarang ini, tiap hari 50 orang Indonesia mati akibat penyalahgunaan narkoba, dan perkara narkoba meningkat 34,4 persen per tahun.
Kesehatan jiwa masyarakat dalam sistem ini juga terganggu, satu dari empat penduduk Indonesia mengidap penyakit jiwa (editorial Media Indonesia, 24 Agustus 2008). Menurut WHO (thn 2006),  26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa. Depkes RI mengakui sekitar 2,5 juta orang di negeri ini telah menjadi pasien rumah sakit jiwa. Kriminalitas juga terjadi 703 kasus per hari (Kompas.com 28 Mei 2008). Di Indonesia setiap tahun juga terdapat 2,6 juta kasus aborsi. Sebanyak 700.000 pelaku aborsi itu adalah remaja atau perempuan berusia di bawah 20 tahun. Bisnis yang lebih menjanjikan keuntungan yg lebih besar dari narkoba juga terjadi, yakni perdagangan manusia, bahkan sudah ada bisnis MLM perawan. Belum lagi kekayaan negeri ini yg dikuasai Asing (misalnya  menurut Dr. Hendri Saparini, lebih dari 90% dari 120 kontrak production sharing migas dikuasai korporasi asing). Masihkah ini belum cukup menunjukkan rusaknya sistem kapitalis ini?

Jamaah jumat yang dirahmati Allah

3. Mereka mempertanyakan sistem politik yang mana, syariat Islam tafsiran siapa yang mau dipakai dan diterapkan. Syariat Islam sangat beragam.
Dalam sistem manapun harus diingat bahwa tidak ada yg hanya satu pendapat.  Ketika menginginkan demokrasi, ada pilihan Sistem republik, presidentil, ataukah parlementer.  Bentuknya apakah kesatuan, federasi, ataukah kesatuan dengan otonomi daerah, atau harus pemilihan langsung seperti warisan J.J. Rosseau atau perwakilan, distrik, atau bagaimana. Banyak versi, banyak ragam.  Toh,  faktanya perbedaan ini tidak menghalangi mereka menerapkan sistem demokrasi kapitalisme dalam berbagai bidang.  Tapi kenapa begitu berbicara perbedaan pandangan politik dan sistem kenegaraan Islam maka dijadikan alasan untuk tidak ditegakkan syariat Islam.

4. Mereka mengatakan Hukum Sosial & Pidana Islam Kejam sekali! Melanggar HAM, mengekang, diskriminatif dan primitif.
Kalau mau jujur dan tidak membohongi diri, bandingkan kehidupan masyarakat yang teratur pergaulannya karena diberlakukan syariat Islam dengan masyarakat permisif dan kacau dalam pergaulannya, seks bebas, pamer aurat, budaya bebas dll.  Manakah yang lebih primitif, memotong tangan pecuri yang betul-betul terbukti dalam pengadilan ataukah memenjarakannya yang justru lebih mendidiknya menjadi penjahat ahli? Yang ketika keluar malah memotong tangan banyak orang, kaki bahkan leher korbannya? Membungkusnya dan kemudian membuangnya dalam selokan? Manakah yang lebih diskriminatif, hukum yang memperlakukan semua orang sama atau hukum yang membuat para pedagang kaki lima berlumuran darah karena mencari makan dengan pedagang kaki banyak (korporat kapitalis) yang membangun di atas hasil korupsi kemudian terbukti dan dipenjara di sel yang ber AC? Manakah yang lebih diskriminatif yang mencuri sandal jepit seharga 4000 perak dan dipenjara 4 bulan atau yang korupsi  yang dibebaskan?. Kalau ukuran primitif adalah ukuran zaman, maka hukum tahanan/penjara justru lebih primitif lagi, karena telah dipakai pada zaman nabi Yusuf a.s, namun Islam juga tetap mengakui ada hukum penjara untuk jenis kriminal tertentu, bukan untuk semua  jenis kriminalitas.

5. Mereka mengatakan masyarakat kita sekarang belum siap.

Coba tanya kakek, nenek, bapak, mama dan handai taulan kita, ketika di Indonesia diterapkan lebih dari 80 % hukum Belanda (hingga sekarang), apakah mereka ditanyai sudah siap atau belum? Ketika aturan untuk menetapkan syariat Islam bagi muslim di hapus oleh PPKI, kakek nenek kita apakah ditanya lebih dahulu?  Saat demokrasi terpimpin dan demokrasi parlementer diterapkan apakah apakah rakyat ditanya kesiapannya? Itulah ketidakadilah berfikir, mengapa alasan bahwa masyarakt tidak siap hanya ditujukan pada Islam saja? Mengapa? Padahal masyarakat tidak siap? Ataukah pihak-pihak yang tidak siap itu adalah pihak-pihak yang lagi bobo-bobo siang di jalan nusantara sana? Pejabat yang lagi merangkai bong untuk fly bersama sabu-sabu dan teman wanitanya? Atau yang lagi duduk di kursi empuk? Atau yang kebagian dana taktis? Atau yang banyak kejahatannya hingga takut kedzalimannya terbongkar bahkan diadili?

Kaum muslimin rahimakumullah

6. Mereka mengatakan Sejarah Islam terlalu kelam, banyak berdarah-darah
Kalau mau objektif menilai, dalam rentang waktu yg panjang (ribuan tahun) itu berapa persen rentang waktu yg kelam tersebut? bukankah sejarah kapitalis juga lebih kelam dan berdarah dari pada Islam (coba pakai analisis persentase saja, persentase = rentang wk kelam x 100%/total rentang sejarah penerapan sistem). Lihat saja statistika terbunuhnya presiden Amerika

1840: William Henry Harrison (meninggal di masa jabatan)

1860: Abraham Lincoln (terbunuh di masa jabatan)

1880: James A. Garfield (terbunuh di masa jabatan)

1900: William McKinley (terbunuh di masa jabatan)

1920: Warren G. Harding (meninggal di masa jabatan)

1940: Franklin D. Roosevelt (meninggal di masa jabatan)

1960: John F. Kennedy (terbunuh di masa jabatan)

1980: Ronald Reagan (mengalami percobaan pembunuhan di masa jabatan)

Bandingkan berapa dengan rentang waktu penerapan Islam dan berapa yg terbunuh. Lagi pula perlu dilihat sejauh mana penjagaan kepala negara pada saat itu, ‘Umar dan Ali r.a biasa ronda tanpa pengawalan seperti sekarang, bayangkan kalo kepala negara sekarang tanpa pengawalan, apa yg akan terjadi?. Allahu A’lam.

“Bagaimana mungkin kalian bertanya pada Ahli kitab (Yahudi – Nasrani) tentang sesuatu, padahal kitab kalian yang diturunkan kepada Rasulullah adalah lebih baru. Kalian membacanya dalam keadaan murni dan tidak tercemar” (HR. Bukhari).

Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS. Al-Maidah:50).

Kesimpulan dari khutbah ini adalah, kita wajib  menaati Allah, Rasul-Nya, dan Ulil ‘amri (yang juga taat pada Allah dan Rasul-Nya). Salah satu perintah Allah dan Rasulnya adalah masuk ke dalam Islam secara kaffah (keseluruhan) ( QS. Al-Baqarah:208), artinya tidak memakai Islam setengah-setengah. Masalahnya adalah, kita tak bisa melaksanakan kewajiban ini gara-gara negara kita tak menerapkan Islam secara totalitas, bahkan menerapkan ideologi kapitalisme yang bertentangan 100% dengan Islam dan terbukti membawa sengara.  Maka kita harus bangkit menuntut diterapkannya hukum Alah di negeri ini, dari Sabang sampai Merauke. Allah berfirman bahwa Allah tiada akan merubah nasib sebuah kaum sebelum ada inisiatif dari kaum itu sendiri untuk merubahnya ( QS. Ar-Ra’du: 11).

Total Pageviews